Monday, September 26, 2005

1. Kemana saya pergi?

Banyak jalan menuju Roma.

Sangat basi. Tapi hal itu berlaku di dunia kreatif periklanan.

Sebenarnya ada dua rute yang bisa diambil untuk masuk ke sebuah agensi. Yang pertama sebagai seorang Direktur Seni -becanda, sebenarnya Pengarah Seni- (Art Director) atau sebagai seorang Penulis Naskah (Copywriter). Kedua jabatan itu sebenarnya pada akhirnya akan melebur karena tuntutan pekerjaan. Seorang pengarah seni harus bisa bermain dengan kata-kata dan begitu juga sebaliknya, seorang penulis naskah harus bisa berpikir secara visual.

Sehingga konsep yang dikeluarkan akan menjadi lebih matang.

Kedua bidang diatas ada sebenarnya untuk membagi tugas dan sebuah karya yang menggabungkan dua pikiran akan menjadi lebih baik.

Harus bisa menggambar!

Satu rahasia terbesar dalam dunia periklanan: Anda tidak harus bisa menggambar untuk menjadi seorang pengarah seni.

Untuk masuk ke bidang ini, hal yang paling utama adalah mempunyai cita rasa visual yang tinggi. Sebuah bidang karya yang secara visual berantakan akan merusak sebuah konsep yang kuat. Oleh karena itulah seorang pengarah seni diperlukan.

Untuk mengemas sebuah dagangan sehingga konsumen mau membelinya.

-Sekitar 80% dari pembaca akan memaki saya setelah paragraf diatas-


Tapi memang itu sebenarnya tugas seorang pengarah seni.

-Oh, dan jangan lupa juga untuk menjadi seorang pengarah seni, Anda harus mempunyai ego yang tinggi. Paling tidak itulah yang terjadi sekarang ini-

Bagaimana caranya memperoleh hal tersebut?

Secara akademis, ada beberapa jalan yang bisa Anda ambil untuk mengasahnya. Desain Grafis adalah pilihan yang paling umum. Disitu Anda dapat mempelajari teknik-teknik dasar grafis yang akan membantu Anda untuk memperindah karya Anda mulai dari tipografi, teori warna hingga komunikasi visual.

Pilihan lain adalah Fotografi. Seorang pengarah seni yang baik adalah seseorang yang mempunyai mata yang tajam secara visual. Dia harus tahu teknik pencahayaan yang baik, tata letak yang rapi (ataupun yang berantakan) dan tentunya bagaimana menggabungkan semua elemen visual dalam sebuah karya.

Mungkin itulah yang mengharuskan seorang pengarah seni untuk menguasai minimal kedua bidang diatas.

Dan dia juga harus sangat rewel. Dalam arti kata, sewaktu membuat sebuah karya, dia harus sangat teliti dalam setiap detilnya. Heading, kerning, leading dan ing-ing lainnya.

Itulah yang membuatnya bekerja semalaman sementara si penulis naskah tidur di sofa ruang televisi lantai tiga.

Menulis itu gampang?

Jalan untuk menjadi seorang penulis relatif lebih mudah karena bidang ini lebih banyak didominasi oleh kecintaan seseorang untuk menulis. Anda bisa saja kuliah di di jurusan Pertanian, tapi Anda adalah seorang penulis amatir yang gemar menelan semua jenis karya tulis. Kemungkinan besar Anda akan bisa menjadi seorang penulis.

Semudah itukah?

Tentu saja.

Tidak.

Karena Anda akan diharuskan untuk berbicara ke beberapa juta konsumen dengan bahasa dan jargon mereka masing-masing sesuai dengan ciri khas mereka. Anda tidak akan membuat sebuah diari yang menceritakan kehidupan Anda, tapi membuat sebuah cerita mengenai sebuah produk sehingga konsumen merasa terpanggil, simpati dan pada akhirnya ingin mencobanya.

Akhir-akhir ini, banyak penulis naskah yang tidak terlalu mengindahkan gaya tulisan mereka. Mungkin karena trend sekarang sudah sedikit mengecilkan peran mereka sebagai penulis, karena banyak iklan-iklan yang keluar sekarang tidak memuat banyak tulisan. Tapi sebuah karya tulis yang indah tidak akan bisa membuat seseorang menjadi bosan begitu membacanya. Setiap paragraf mengundang pembaca untuk terus berjalan menuju paragraf berikutnya, sampai pada akhirnya pembaca sampai ke tujuan akhir dan tersenyum puas.

Itulah yang seharusnya seorang penulis naskah cari dalam membuat karyanya.

Membawa pembaca dalam ruang imajinasinya… dan membiarkannya bergerak leluasa.

Tidak gampang.

Sangat susah.

Tapi menantang.

Dan jangan pernah takut diancam oleh seorang pengarah seni untuk memperpendek sebuah tulisan.

Thursday, September 08, 2005

Sedikit prolog...

Sekitar sepuluh tahun yang lalu di sebuah negara kecil di Eropa, saya sedang duduk di ruang keluarga, menikmati secangkir coklat panas sembari menonton TV. Cuaca malam memang sedang tidak mendukung untuk keluar rumah. Saya memutuskan untuk menikmati acara-acara tidak penting di TV, mulai dari opera sabun, berita, musik, film dan tentunya favorit saya, film tengah malam yang biasanya dipenuhi oleh adegan-adegan "seru".

Posisi duduk sudah nyaman, dinginnya malam terkontraskan dengan hangatnya cangkir saya. Selimut sudah terpasang hingga dagu. Hal-hal kecil yang membuat saya malas beranjak dari sofa. Dan untungnya, membuat saya malas untuk meraih remote yang tergeletak diatas meja.

Dan sayapun melihat sesuatu yang sebelumnya tidak pernah saya perhatikan.

Di layar kaca itu terpampang sebuah pemandangan savannah, dengan warna yang sangat panas. Matahari terik, rumput kering dan seorang wanita dengan pakaian petualang sedang memanjat sebuah bukit kecil dengan bersimbah peluh. Dengan penuh usaha dia merangkak dan merangkak. Cut scene ke sisi lain bukit itu, dimana ada seekor singa juga sedang memanjat bukit kecil itu. Kedua situasi itu bergantian muncul, sampai akhirnya mereka bertemu muka di puncak bukit itu. Dan oh, ada sebuah botol hijau kecil berdiri disitu. Sang raja hutan mengaum dengan kerasnya, mencoba mengusir si wanita. Dan tiba-tiba... si wanita membuka mulutnya, dan dia mengaum keras, mulut lebih lebar dari yang seharusnya, dengan ekspresi keras, dan lirik lagu pun muncul (sesuatu seperti... "I'm gonna ---- on you!!... maaf, amnesia). Singa pun berbalik badan dan kabur, si wanita mengambil botol itu, dan meminumnya sambil berdiri dilatarbelakangi pemandangan matahari terbenam.

Muncul nama minuman itu. Perrier.

30 detik.

Setengah menit.

Waktu yang sangat singkat itu telah mengubah hidup saya selamanya.

Saya sempat terpaku selama beberapa saat. Banyak hal lain yang lewat di depan mata saya pada saat itu -ibu mencuci baju, wanita cantik menyemprotkan parfum...- tapi tetap gambar wanita berdiri di puncak bukit dengan matahari terbenam tertancap dalam pikiran saya.

Apakah ini?

Sebegitu hebatnya kah kekuatan sebuah rangkaian gambar selama 30 detik untuk membuat saya ingin mencoba minuman itu?

Disitulah saya mulai tertarik untuk mulai memperhatikan film-film singkat yang terselip di antara acara favorit saya.

Dan saya menemukan berbagai keajaiban yang diciptakan untuk menjual sebuah barang.

Planet-planet yang menari. Poster di sebuah cafe yang menjadi hidup. Orang menyapu sambil mendendangkan lagu tapi hanya sebait. Musisi bermain gitar dengan sebuah botol. Dan banyak hal lainnya.

Sayapun mulai mencari jalan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang dunia yang aneh itu.

Setelah membuka-buka jadwal TV, ternyata ada sebuah acara yang khusus membahas itu. Saya membelakan diri tidur lebih malam hanya untuk menonton acara itu, M6 PUB. Dan dia memutarkan berbagai keajaiban dari seluruh dunia.

Dua supir truk berkelahi di sebuah bar setelah bertukar minuman. Seorang lelaki melepaskan celana di sebuah tempat cuci umum. Koran digunakan untuk menyembunyikan barang pribadi. Wanita menyamarkan pembunuhan dengan alat yang paling tidak mungkin.

Dan saya menelan semuanya.

Beberapa bulan kemudian, satu bioskop memutar sebuah marathon iklan. 12 jam.

Tentunya saya ada disitu. Sambil mata terpaku ke layar.

Ribuan dagangan yang dibungkus dalam ribuan kemasan memenuhi otak saya.

Sayapun tahu kalau saya ingin bisa membuat hal itu.

Saya tahu harus kemana saya nantinya bekerja.

Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya kesana.